Dr M Syafii Antonio lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1967.  Memiliki nama asli  Nio Cwan Chung, beliau
adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil Syafii mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayahnya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal ajaran Konghucu, ia juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah.

Syafii kecil sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Kerena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar ia diam-diam suka melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini dilakukan walaupun ia belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.

Kehidupan keluarga pak Syafii sangat memberikan kebebasan dalam memilih agama. Sehingga ia memilih agama Kristen Protestan menjadi agamanya. Setelah itu berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio. Kepindahannya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayahnya marah.  Ayah akan sangat kecewa jika beliau sekeluarga memilih Islam sebagai agama.

Sikap ayah ini berangkat dari image gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah pak Syafii sebenarnya melihat ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan hadits. Tapi, ayah sangat heran pada pemeluknya yang tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.

Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayah pak Syafii terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada dalam kemiskinan,keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang baik.

Kendati demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayah, tak membuat Syafii muda kendur semangatnya untuk mengetahui lebih jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui agama Islam, beliau mencoba mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain.

Dalam melakukan studi perbandingan ini Dr Syafii menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja saya tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat secara obyektif mengetahui hasilnya.

Berdasarkan tiga pendekatan itu, beliau melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam beliau temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, beliau sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.

Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi sistem tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Di banding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan syiar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu,disbanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama Islam. Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan hidup.

Masuk Islam

Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat Syafii berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, beliau putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H.Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.

Keputusan yang saya ambil untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad saw, ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Syafii muda dikucilkan dan diusir dari rumah. Jika dia pulang, pintu selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain sarung beliau sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap dirinya tidak dihadapi dengan wajah marah, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Alhamdulillah, perlakuan dan sikap Syafii terhadap mereka membuahkan hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak saya menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri, saya terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Kemudian saya mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, dibawah pimpinan K.H.Abdullah Muchtar.

Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif

Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of

yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di international

Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.

Selesai studi, saya bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas

saya sengaja saya arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim

Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf

mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’an,

diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama Islam. (Hamzah,

mualaf.com)

Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio aktif diberbagai Lembaga Keuangan Islam/Syariah

baik Bank maupun Non Bank, dan membina berbagai pendidikan syariah

Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc

Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
Dewan Syariah BSM
Dewan Syariah Takaful
Dewan Syariah PNM
Dewan Syariah Nasional, MUI

Perbankan dan Syariah serta Pesantren

Muhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke dunia

perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang

baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional

saat ini.

Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus dari SMU. Ia masuk

pesantren tradisional An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu

keislaman secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim yang komprehensif, pesantren adalah

tempat yang ideal.”

Tiga tahun di pesantren, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia

mendaftar ke ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima, karena ia ingin lebih besar untuk

mempelajari Islam, Syafii memilih belajar ke luar negeri. Lewat Muhammadiyah, ia

mendapat kesempatan belajar di Yordania untuk studi Islam bidang syariah.

Di saat yang sama ia juga mengambil kuliah ekonomi. Lalu ia melanjutkan ke Al-Azhar

untuk memperdalam studi Islam. Perjalanan hidupnya berbelok ketika ia batal

melanjutkan ke Manchester University karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke

International Islamic University Malaysia. Ia mengambil studi Banking and Finance dan

selesai pada 1992.

Syafii berkecimpung di perbankan syariah mulai tahun itu juga saat ia bertemu

delegasi Indonesia yang akan mendirikan bank syariah setelah melihat contoh bank

syariah di Malaysia.

Kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah

pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu

berturut-turut reksa dana syariah. Empat tahun membesarkan Bank Muamalat, ia mundur

dan mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan

bisnis dan ekonomi syariah.

Sebagai alumni pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum

pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental teroris. “Apalagi pesantren

tradisional atau salafi,” katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya

cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan etika. “Bahkan saya melihat

beberapa pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat berseberangan

dengan apa yang saya dorong sekarang,” katanya.

Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif seperti Gontor, Darunnajah,

dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. “Santrinya sudah

menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi

fiqih dan akidah.”

Kemudian ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada

aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba untuk merespons tantangan

modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang

terakhir ini yang dikembangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak

menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan

yang lebih progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada tersangka teroris, itu tak bisa

disebut mewakili pesantren dan ajaran Islam.

Sebagai alumni pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren

saat ini. “Saya lihat kurikulumnya harus ditinjau ulang,” katanya. Ia mencontohkan

kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat

klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,” katanya. Ia

mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri.

“Ada target yang harus dirancang untuk santri,” katanya.

Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua kiai. “Tak ada

regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak

santri,” katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan

ilmu antara kiai dan asistennya.