Monumen Palagan Ambarawa : Wisata Bersejarah Di Jawa Tengah

Monumen Palagan Ambarawa – Kali ini kita akan membahas mengenai salah satu objek wisata di Kota Semarang yang memiliki bilai muatan sarat akan sejarah.

Monumen Palagan Ambarawa : Wisata Bersejarah Di Jawa Tengah

Objek wisata ini bernama Monumen Palagan Ambarawa. Sejarah Monumen Palagan Ambarawa merupakan monumen yang terletak di Ambarawa, Semarang dan memiliki sekelumit sejarah panjang.

Dan banyak sekali monumen di Indonesia khususnya bangunan bersejarah di semarang seperti sejarah museum ambarawa dan sejarah candi gedong songo.

Monumen ini didirikan sebagai suatu bentuk simbol untuk mengenang pertempuran Palagan Ambarawa yang terjadi pada tanggal 12 sampai 15 Desember 1945. Meskipun memiliki sejarah panjang, pertempuran yang terjadi di Ambarawa pada masa itu berhasil menuai kemenangan.

Sama seperti berbagai monumen lain yang tidak terlepas dari kisah perjuangan rakyat Indonesia pada masa lampau, demikian pula dengan monumen yang diberi nama sesuai lokasinya yaitu Ambarawa.

Ada banyak sejarah yang terjadi ketika terjadinya pertempuran di Ambarawa. Lantas seperti apa sejarah sampai akhirnya monumen ini resmi didirikan?

Pilihan Editor :

Lokasi Monumen Palagan Ambarawa

Objek wisata ini berlokasi di Jl. Mgr. Sugiyopranoto, Panjang Lor, Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Jam Operasional Monumen Palagan Ambarawa

Objek wisata ini buka setiap hari, mulai dari pagi jam 08.00 hingga sore hari 17.00. Agar lebih nyaman berkunjung, wisatawan bisa datang mulai dari pagi hari. Dan sebaiknya, jangan terlalu sore agar dapat berkeliling dengan puas di kawasan monumen.

Harga Tiket Masuk Monumen Palagan Ambarawa

Objek wisata ini sangat terjangkau, karena seringkali mendapat kunjungan anak sekolah untuk belajar. Selain tiket masuk yang harganya Rp 7.500, wisatawan juga perlu membayar tarif parkir yang masih terjangkau. Rp 2.000 untuk Motor dan Rp 4.000 untuk mobil.

Asal Muasal Adanya Monumen Palagan Ambarawa

Perjuangan rakyat Indonesia demi mencapai status negara merdeka tidak lantas berhenti ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945.

Tanggal tersebut memang menjadi penetapan secara resmi mengenai kemerdekaan negara, tetapi setelah itu masih banyak perjuangan yang terjadi demi mempertahankan kesatuan bangsa dan negara.

Salah satu bukti dari kerasnya perjuangan bangsa Indonesia bahkan setelah proklamasi kemerdekaan adalah pertempuran yang terjadi di Ambarawa.

Ambarawa sendiri merupakan  suatu daerah yang berlokasi di bagian selatan kota Semarang, provinsi Jawa Tengah.

Pertempuran yang berlangsung selama sekitar empat hari tersebut dilakukan demi memperjuangkan daerah dari tentara sekutu yang berusaha membebaskan para tentara Belanda yang menjadi tahanan (NICA).

Pada masa itu tentara sekutu yang merasa terdesak di daerah Magelang, melakukan pengunduran diri ke daerah Ambarawa.

Sementara itu pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin oleh Kolonel Soedirman melakukan pertempuran dengan tentara sekutu dan akhirnya berhasil membawa kemenangan pada tanggal 15 Desember 1945.

Sejak saat itu setiap tanggal 15 Desember dikenang sebagai Hari Infanteri sebagai bentuk mengenang perjuangan para pahlawan kemerdekaan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan di wilayawah Ambarawa.

Urutan Kejadian Pertempuran Ambarawa

Adapun penjelasan lebih rinci mengenai proses hingga terjadinya pertempuran Ambarawa dapat dirunutkan sebagai berikut.

Tanggal 20 Oktober 1945, Peristiwa di Monumen Palagan Ambarawa

Pada tanggal ini tentara sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Bethell tiba di Semarang. Maksud kedatangannya adalah untuk mengurus para tawanan perang serta tentara Jepang yang masih berada di provinsi Jawa Tengah.

Adapun yang menjembatani kedatangan tentara sekutu ini tidak lain adalah NICA. Pada mulanya kedatangan tentara sekutu disambut dengan sikap yang baik oleh pemerintah setempat.

Bahkan Mr. Wongsonegoro selaku Gubernur Jawa Tengah waktu itu sepakat untuk menyediakan bahan makanan serta keperluan lain yang dibutuhkan tentara sekutu selama berada di Semarang.

Hal dimaksudkan agar tugas yang diemban tentara sekutu dapat berjalan lancar, terlebih lagi mereka sudah berjanji untuk tidak mengganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Akan tetapi apa yang terjadi justru mulai menjadi bumerang untuk negara tercinta. Ketika tentara sekutu dan juga NICA sudah tiba di Ambarawa serta Magelang dengan maksud awal sekadar membebaskan tawanan tentara Belanda, hal sebaliknya terjadi.

Semua tentara tawanan tersebut justru diberikan senjata, sehingga pihak Indonesia menjadi marah terhadap keputusan tersebut.

Tak disangka-sangka insedian bersenjata terjadi di kota Magelang bahkan memicu terjadinya pertempuran. Penyebabnya tentara sekutu bersikap seolah-olah mereka adalah penguasa dan memaksa TKR untuk melepaskan senjata yang berujung kekacauan.

Membalas tindakan tidak tersebut, Letnan Kolonel M. Sarbini selaku TKR Resimen Magelang melakukan pengepungan terhadap tentara sekutu dari segala penjuru.

Akan tetapi tentara sekutu berhasil meloloskan diri dan bergerak menuju Ambarawa. Tak tanggung-tanggung Resimen Kedu Tengah di bawah komando M.

Sarbini langsung melakukan pengejaran. Sementara itu pelarian tentara sekutu juga kandas di Desa Jambu, karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda yang dipimpin oleh Ono Sastrodihardjo serta pasukan dari Ambarawa, Surakarta, dan Suruh.

Tidak hanya itu Batalyon I Suryosumpeno juga ikut menghadang tentara sekutu di daerah Ngipik. Akan tetapi pada saat itu tentara sekutu berhasil menguasai dua desa yang berada di sekitar Ambarawa.

Mengetahui hal tersebut pasukan Indonesia yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Isdiman melakukan perjuangan demi membebaskan kedua desa tersebut.

Sayangnya kolonel Isdiman gugur dalam usaha tersebut. Oleh karena itu Komandan Divisi V Banyumas, Soedirman, turun langsung untuk memimpin pertempuran karena merasa kehilangan sosok seorang perwira terbaiknya.

Dengan turunnya Soedirman semangat para pasukan Republik Indonesia kembali membara dan koordinasi di antara komando sektor dan pengepungan semakin diperketat.

Siasat yang digunakan pengepungan itu adalah serangan  secara mendadak yang akan dilakukan semua sektor bersamaan. Tidak absen pula berbagai bala bantuan terus datang mulai dari Yogyakarta, Salatiga, Solo, Magelang, Purwokerto, Semarang, dan masih banyak lagi.

Tanggal 23 November 1945

Tepat saat fajar mulai menyingsing pada tanggal 23 November 1945, kegiatan tembak-menembak bersama pasukan sekutu yang masih tetap bertahan di kompleks gereja dan pekuburan Belanda di jalan Margo Agung terus berlanjut.

Beberapa pasukan Indonesia yang ikut ambil bagian dalam tembak-menembak itu adalah Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto, dan Yon Sugeng.

Sementara itu tentara sekutu mengerahkan para tawanan Jepang dengan memperkuat tank-nya untuk menyusup ke dalam wilayah kedudukan pasukan Indonesia. Mereka menyusup dari arah belakang, sehingga pasukan Indonesia terpaksa pindah ke Bedono.

Tanggal 11 Desember 1945

Pada tanggal 11 Desember, Kolonel Soedirman melakukan rapat bersama seluruh komandan Sektor TKR dan Laskar. Akhirnya pada tanggal 12 Desember serangan mulai dilancarkan terhadap tentara sekutu.

Tidak sampai dua jam kemudian pertempuran di Ambarawa sudah berkobar. Seluruh jalan raya di sepanjang Semarang-Ambarawa dikuasai oleh para kesatuan TKR. Pertempuran yang menggunakan siasat gelar supit urang alias pengepungan secara rangkap tersebut berlangsung sangat sengit.

Terlebih lagi Kolonel Soedirman yang langsung turun memimpin pertempuran. Manfaat dari siasat tersebut adalah musuh benar-benar terkurung dan tidak dapat lagi berkomunikasi dengan pasukan induk mereka.

Akhirnya setelah bertempur selama empat hari, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1945, Ambarawa berhasil direbut dari tentara sekutu. Dengan begitu mau tidak mau tentara sekutu terpaksa kembali mundur ke Semarang.

Itulah sejarah monumen palagan ambarawa yang tidak lepas dari perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan wilayah kesatuan Negara Republik. Monumen Palagan Ambarawa sendiri dibangun pada tahun 1973 dan diresmikan pada tanggal 15 Desember 1974 oleh Presiden Soeharto.

Demi mengenang peristiwa bersejarah tersebut terdapat relief di dinding monumen yang menjadi gambaran singkat.

Bukan hanya itu di monumen ini juga terdapat peninggalan Jepang dan Belanda seperti seragam, senjata perang, dan masih banyak lagi. Bahkan juga terdapat pesawat Mustang Belanda yang berhasil dijatuhkan ke dalam Rawa Pening.

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Eksplorasi konten lain dari sentul.city

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca